MASIH REVOLUSI HIJAU DI INDONESIA


Revolusi Hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk menggambarkan perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya Pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an di banyak negara berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah tercapainya swasembada (kecukupan penyediaan) sejumlah bahan pangan di beberapa negara yang sebelumnya selalu kekurangan persediaan pangan (pokok). Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras. Tujuan tersebut dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur.Gerakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada swasembada beras


Perkembangan Revolusi Hijau di Indonesia
Gerakan Revolusi Hijau yang dijalankan di negara – negara berkembang dan Indonesia dijalankan sejak rezim Orde Baru berkuasa. Gerakan Revolusi Hijau sebagaimana telah umum diketahui di Indonesia tidak mampu untuk menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima tahun, yakni antara tahun 1984 -1989. Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan karena ternyata Revolusi Hijau hanyalah menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektare, dan petani kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan. Sebab sebelum Revolusi Hijau dilaksanakan, keadaan penguasaan dan pemilikan tanah di Indonesia sudah timpang, akibat dari gagalnya pelaksanaan Pembaruan Agraria yang telah mulai dilaksanakan pada tahun 1960 sampai dengan tahun 1965.
Revolusi hijau mendasarkan diri pada empat pilar penting:
  1. Penyediaan air melalui sistem irigasi,
  2. Pemakaian pupuk kimia secara optimal,
  3. Penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme pengganggu,
  4. Penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas.

Melalui penerapan teknologi non-tradisional ini, terjadi peningkatan hasil tanaman pangan berlipat ganda dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam setahun untuk padi pada tempat-tempat tertentu, suatu hal yang sebelumnya tidak mungkin terjadi.
Revolusi hijau mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan karena mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Ada dua dampak yang di timbulkan dari Revolusi Hijau yaitu dampak positif dan dampak negative :
Dampak positif revolusi hijau
Produksi padi dan gandum meningkat sehingga pemenuhan pangan (karbohidrat) meningkat. Sebagai contoh: Indonesia dari pengimpor beras mampu swasembada dan bisa mengekspor beras ke India.
Permasalahan dan dampak negatif
  1. Penurunan produksi protein, dikarenakan pengembangan serealia (sebagai sumber karbohidrat) tidak diimbangi pengembangan pangan sumber protein dan lahan peternakan diubah menjadi sawah.
  2. Penurunan keanekaragaman hayati.
  3. Penggunaan pupuk terus menerus menyebabkan ketergantungan tanaman pada pupuk.
  4. Penggunaan pestisida menyebabkan munculnya hama strain baru yang resisten.
Indonesia Revolusi apa ??
Sektor pangan adalah pondasi utama suatu Negara,Negara agraris harusnya sektor agraris menjadi tumpuan utamanya. Namun salah satu penyebab keterpurukan pertanian dalam dekade terakhir adalah kebijakan pemerintah yang tetap menargetkan swasembada beras dan komoditas pangan lainnya melalui penerapan teknologi Revolusi Hijau. Padahal di sisi lain, kondisi lahan pangan yang terus menyusut. Hal itu diperparah oleh liberalisasi pengelolaan lahan dan pasar domestik atas desakan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank. Liberalisasi yang didorong kedua lembaga internasional ini mencakup sistem perbankan nasional dan perizinan investasi asing secara langsung mengendalikan lahan melebihi batas yang ditetapkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960. Meski kemudian dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Intervensi asing telah menyebabkan terjadinya perampasan hak konstitusional masyarakat yang disebut land grabbing di Indonesia"

Kondisi ini tidak dapat terus dibiarkan. Karena itu  suatu politik pertanian baru yang efektif perlu segera diformulasikan. Sejalan dengan itu, model baru pembangunan pertanian perlu pula diidentifikasi guna menggantikan model teknologi Revolusi Hijau. Sebab Revolusi Hijau sudah tidak lagi sesuai dengan perubahan kebutuhan dan lingkungan. “Model teknologi Revolusi Hijau telah terasa usang karena sumber lahan utamanya berupa lahan sawah irigasi di Jawa terus menyusut. Sedangkan pembangunan sawah baru di luar Jawa memerlukan dana yang sangat besar,” akan tetapi pemerintah masih saja hal ini yang dikedepanka, mnggejot swasembada tanpa mempertimbangkan keadaan yang terjadi, diperlukan penanganan yang lebih serius oleh pemerintahan kedepan untuk membangun ekonomi baru yang lebih baik.
 



Dimuat dari berbagai sumber.


Previous
Next Post »